Ibu itu terbaring lemas di sebuah
kamar Rumah Sakit. Seorang putranya berdiri sangat dekat, tangannya mengusap
peluhnya, mengelus rambutnya, menggenggam tangannya, membenahi selimutnya, bantalnya
dan apapun yang melekat di tubuhnya. Selang infus, selang pernafasan dan
peralatan lainnya tak luput dari perhatiannya. Di situ juga ada
saudara-saudaranya, ada neneknya yg baru datang dan keponakannya. Anak yang
lain duduk di tempat tidur sebelahnya. Ada dua Suster yang juga berkunjung dan
siap mendoakannya. Kamar yang sempit itu terasa makin penuh dengan kehadiran
kami bertiga.
“Ibu, ada Suster-suster datang dari Kediri”,
putranya membisikkan di telinganya. Ibu itu membuka matanya, mengangguk dan
melihat ke sekelilingnya, siapa yang datang. Seolah mau mengatakan terima
kasih, matur nuwun purun nuweni kulo. Bisik putranya lagi : “Ibu Suster-suster
mau berdoa. Ibu ikut berdoa ya. Seuntai Rosario digenggamkan ke tangan Ibunya.
Ibu itu menggenggam Rosario dan bibirnya bergerak tanpa suara, seolah mengikuti
doa-doa yang kami ucapkan. Doa
Rosariopun dapat kami lakukan dalam kebersamaan untuk memohon kekuatan dari
Bunda Maria.
Setelah berdoa, aku menggantikan tempat
yang tadinya dimiliki oleh putranya. Dari wajahnya aku menangkap kekuatan yang
luar biasa. Diam, tanpa merintih atau mengeluh. Dia hanya ingin dimiringkan ke
kiri atau ke kanan bila sudah terasa berat pernafasannya. Seorang keponakannya
mendekatiku dan mengatakan : “Suster, Ibu ini tidak pernah mengeluh sakit atau
apapun. Beliau hanya diam dan tidak pernah rewel. Di rumahpun juga demikian.”
Aku mendekat dan mengajaknya bicara. “Ibu, apanya yang terasa sakit”? Ibu itu
memegang dadanya. Aku sungguh heran, bagaimana beliau menanggung rasa sakit itu
tanpa kata-kata.
Semua mengakui, kekuatan hati yang luar
biasa. Kekuatan yang tersirat di wajahnya, di matanya dan di kesadarannya.
Seorang Suster temanku membisikkan kepedaku : “Ibu ini pasti memiliki keutamaan
hidup, yang membuatnya begitu kuat.” Aku hanya bisa menganggukkan kepala untuk
menyetujui apa yang dikatakan.
Setelah beberapa waktu kami
menungguinya, kamipun hendak pulang. Satu persatu dari kami bertiga berpamitan.
Aku hanya bisa mengatakan, Ibu kami pamit, Tuhan Yesus selalu bersama Ibu dan
Bunda Maria selalu mendoakan Ibu. Ibu itu menganggukkan kepala, membuka matanya
sampai kami keluar dari kamarnya.
Kekuatan Hati, lahir dari Iman, Harapan
dan Cinta. Iman yang menyatukan antara dirinya dan Tuhannya. Harapan yang menjadi
kenyataan, bahwa Cinta Tuhan tidak berkesudahan. Keselamatan telah terlaksana.
Tuhan, terima kasih atas perjumpaanku
dengan Ibu yang sakit ini, yang memiliki kekuatan hati, yang mengajariku untuk
semakin beriman, seperti juga Paulus
yang mengatakan: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku ”. (Fil 4:13)
Kediri, 8 Maret 2015; Sr. Paula, PK
Posting Komentar